Berwisata di Antara Nisan
Sekali lihat ke dalam
Museum Prasasti semua pasti dapat menebak, bahwa bangunan dan area pemakaman
ini merupakan peninggalan bangsa Belanda. Arsitekturnya yang bergaya klasik,
gotik, dengan percampuran Hindu - Jawa abad ke 17 hingga abad 20, memang sangat
menonjol. Terutama bangunan utamanya yang bergaya Doria, yang sebelumnya digunakan
untuk menyemayamkan jenazah sebelum dikuburkan.
Masuk ke bagian dalam, hal pertama yang paling mencolok adalah eksistensi patung-patung malaikat, dari yang masih bayi hingga dewasa tersebar hampir di seluruh penjuru area taman. Tak ketinggalan, nisan-nisan bekas jaman dulu yang terbaring di tanah berumput dan yang masih berdiri tegak meninggalkan nama si pemilik yang raganya tak lagi beristirahat di bawahnya. Serta pohon-pohon menghijau dengan angin sepoi-sepoi yang menyapa para pengunjung dengan sejuknya.
Dalam museum ini, pengunjung dapat melihat nisan-nisan dengan cerita menarik yang dimiliki oleh pemiliknya. Seperti nisan Nisan Pierre Erberveld seorang Indo keturunan Jerman dan Thailand yang meninggal akibat hukuman mati dari pemerintah Belanda. Tubuhnya diikat pada empat ekor kuda dan ditarik ke arah yang berlawanan, sehingga tubuhnya terpecah dan berserakan di jalan. Nisannya di bangun seperti monumen dengan ciri khas tengkorak yang menancap pada besi di atasnya sebagai pengingat.
Kemudian ada nisan Soe
Hok Gie, aktivis mahasiswa keturunan Tionghoa yang menentang kediktatoran.
Merupakan alumni dan dosen di Universitas Indonesia, sampai kematiannya di
gunung Semeru karena menghirup gas beracun. Ia meninggal di usia yang masih
terbilang muda, yaitu 27 tahun.
Lalu beralih ke sisi
taman yang lain pengunjung akan menemukan nisan Olivia Mariamne Raffles, istri
pertama dari Thomas Stamford Raffles. Selain itu masih banyak lagi nisan dari
tokoh-tokoh lain, seperti menara Johan Jacob Perrie, dan peti jenazah dari
presiden pertama RI dan wakilnya, Ir. Soekarno dan Soeharto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar