Senin, 29 Maret 2021

Eksis di Museum Fatahillah

 

Museum Fatahillah menceritakan perjalanan sejarah Batavia ketika masa kolonial Belanda, Berbeda dengan Museum Gajah atau Museum Nasional yang koleksinya menceritakan peninggalan jaman prasejarah. Maka dari itu tidaklah heran, seperti museum lain yang berada di Kota Tua Jakarta, kalau museum satu ini juga berarsitektur Eropa.

Tidak hanya dijadikan tempat kunjungan untuk wisata edukasi, Museum ini juga biasa di incar sebagai spot foto oleh banyak fotrografer atau si instagenic. Terkesan vintage dan  klasik, begitu kata kebanyakan orang yang sengaja mengunjungi museum ini untuk berfoto.

Dengan arsitektur bergaya kolonial klasik serta dilengkapi dengan penataan koleksi dan pencahayaan yang baik, museum ini jadi tempat rekomendasi yang bagus buat kamu yang suka eksis di media sosial dengan foto-foto kece.

Tempat pertama yang bisa kamu tuju sebelum masuk ke dalam Museum Fatahillah adalah lapangan Fatahillah, di sana kamu bisa menyewa sepeda dan topi untuk berfoto di sekeliling lapangan. Dengan background bangunan-bangunan bergaya Belanda. Hasilnya akan buat kamu seperti sedang naik sepeda di jaman colonial dulu!.

Setelah puas naik sepeda mengelilingi lapangan, kamu bisa berfoto di depan Museum Fatahillah. Dengan pengambilan angle yang baik dan outfit yang mendukung pasti akan buat foto kamu tambah kece!. Bergerak masuk ke dalam, kamu bisa ambil foto dengan latar Ruang Mural Harijadi. Ruangan tersembunyi di Museum Fatahillah yang muralnya tak kunjung rampung ini belum lama di buka.

Selain itu, masih banyak spot foto keren lainnya. Dinding Taman Dalam yang dihiasi dengan tumbuhan merambat juga bisa kamu gunakan untuk berfoto. Ruang Peta Ciela dan Ruang Sidang pun bisa membuat foto kamu tambah kece. Jangan takut untuk mengeksplor spot-spot lainnya di Museum Fatahillah, kenakan outfit yang sesuai dan atur pencahayaan kamera, lalu Ckrek! foto kamu pun akan bisa se-estetik para selebgram.   

   

Warna-Warninya Museum Layang-Layang

Jika bosan dengan suasana vintage museum-museum bersejarah yang hanya berisikan barang-barang peninggalan jaman dulu, Anda bisa datang ke Museum Layang-Layang!. Di museum ini pengunjung akan di suguhkan dengan berbagai warna-warni dari layang-layang yang di pamerkan disini. Tidak hanya warna yang beragam, layang-layang di sini pun memiliki beragam bentuk dan ukuran. Dari yang terkecil hingga yang terbesar, dari yang paling mudah di buat hingga yang paling rumit. Semuanya lengkap!.

Tidak seperti museum-museum di Jakarta yang kebanyakan memiliki arsitektur Eropa bekas peninggalan jaman kolonial, bangunan museum ini adalah joglo, dengan warna cerah di dindingnya. Di tambah lagi dengan warna-warninya layang-layang yang terpajang di Museum ini, seperti menambah meriah suasana.

Selain untuk belajar dan mengenal tentang layang-layang dari penjuru dunia, tentunya ini adalah tempat yang bagus bagi anda yang ingin eksis di media sosial bersama dengan keluarga.  Beberapa spot di museum layang-layang siap mendukung ke-estetikan foto Anda. Jangan lupa untuk memakai outfit yang sesuai jika berkunjung ke museum ini, agar foto Anda terlihat lebih kece.


Museum Taman Prasasti, Tempat Foto Kece yang Katanya Angker?


 

Menyajikan koleksi-koleksi berkonsep kematian dan pemakaman berisi patung, nisan, hingga peti mati, siapa yang tidak bergidik membayangkannya. Terkesan suram dan horor bukan?. Namun nyatanya tidak begitu, coba datang ke Museum Taman Prasasti Anda akan takjub dibuatnya.

Begitu memasuki area museum, pengunjung akan disambut dengan bangunan-bangunan berarsitektur jaman kolonial yang tentunya memberikan kesan vintage yang kuat. Lalu kemudian pengunjung akan di sambut dengan patung-patung dan nisan yang bukannya seram malah terlihat estetik dan dramatis dengan kesan klasik dan antik.


Tidak heran kenapa museum ini banyak dikunjungi pengunjung yang ingin eksis di media sosial dengan foto-foto keren. Tidak jarang orang-orang juga menjadikan museum ini sebagai kawasan mengasah skill fotografi, atau spot foto untuk buku tahunan kelulusan, bahkan lokasi prewedding.

 

Spot foto di Museum Nasional

 

Selain terkenal sebagai museum arkeologi terbesar se-Asia Tenggara, Museum Nasional juga terkenal dengan bangunan berarsitektur belandanya yang banyak diincar sebagai tempat berfoto. Salah satu spot foto yang paling terkenal di antara pengunjung adalah halaman depan museum yang memajang karya indah milik Nyoman Nuarta.

Patung besar berbentuk pusaran hitam ini dibuat pada tahun 2012 dengan judul “Ku Yakin Sampai Di Sana”. Karya indah ini bercerita tentang perjuangan gigih dengan rasa semangat untuk bekerja keras menuju tujuan akhir.

Selain foto dengan patung ini, para pengunjung biasanya juga mengambil foto di taman tengah-tengah selasar museum. Serta berbagai spot di ruang pameran yang memilik pencahayaan bagus dan penataan yang rapi.

Senin, 22 Maret 2021

Museum Digital Bekasi, Siapkah Hadapi Pengunjung?

Museum Gedung Juang Tambun baru saja dibuka. Museum yang menyajikan sejarah kota Bekasi dari masa ke masa dengan menggunakan konsep digital ini tentu saja menarik banyak perhatian warga. Namun siapkah Museum menghadapi pengunjung di tengah pandemi?. Bupati Bekasi, Eka Supria Atmaja menegaskan saat peresmian gedung ini berlangsung, meski Museum ini sudah dibuka, tentu saja protokol kesehatan akan terus diperketat. Pengunjung harus dalam keadaan sehat dan menaati 3M. Selain itu, Museum juga hanya akan menerima 50% pengunjung dari kapasitas pengunjung yang tersedia, demi menghindari Penukaran Covid-19.


Melongok Museum Penerangan

 

Mendengar namanya mungkin kalian akan bertanya-tanya, apa sih Museum Penerangan itu? isinya apa ya?. Museum penerangan adalah museum yang merawat berbagai benda komunikasi yang telah turut mengambil peran dalam menyebarkan pesan perjuangan dan kemerdekaan Indonesia. Seperti radio, mesin tik, pers, dan lain lain.

Museum ini berdiri di atas tanah seluas 10.850 m2 dengan bangunannya seluas 3.0980 m2. Ada yang unik dari bangunannya, gedung mesuem ini memiliki bintang bersudut lima yang melambang lima sila dan lima unsur penerangan. Selain itu, bangunan ini memiliki tiga lantai, yang berarti masa lalu, masa kini, dan masa depan. Pada halaman museum ini terdapat sang lima juru penerang kemerdekaan Indonesia, beserta tugu yang menyangga lembing penerangan yang disebut ‘Api Nan Tak Kunjung Padam’

Museum yang diprakarsai oleh Ibu Tien Soeharto ini diresmikan oleh suaminya, Presiden kedua RI, Bapak Soeharto pada tanggal 20 April 1993. Kini museum ini berada di bawah Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Museum yang masih berada satu tempat dengan Taman Mini Indonesia ini terpaksa tutup setelah Covid menyerang Indonesia. Namun, kini museum itu telah buka kembali dan pengunjung boleh berkunjung dengan syarat mematuhi protokol kesehatan.

Wisata Edukasi Galeri Museum Peruri

Selain sebagai tempat shopping dan refreshing, M Bloc Space juga menyiapkan wisata lain yang beredukasi, yaitu Museum Peruri. Museum ini adalah museum sejarah bagi perkembangan uang di Indonesia. Di sisni pengeunjung akan belajar bagaiman dulu uang dia cetak secara manual hingga akhirnya memakai mesin yang lebih modern.

Selain sebagai tempat rekreasi dan shopping, M Bloc Space juga memiliki wisata edukasi yang menarik. Galeri Museum Peruri, menyajikan  pengetahuan tentang sejarah rupiah dari masa ke masa. Museum Peruri, atau Percetakan Uang Republik Indonesia, ini di bangun di ruangan tempat uang pertama dicetak, yang kemudian dialihfungsikan sebagai gudang. Ruangan itu dirombak kemudian dibuatlah Galeri Museum Peruri.

Museum itu memamerkan banyak alat-alat milik Peruri yang digunakan untuk membuat uang. Seperti alat besar yang berasal dari abad ke 18 bernama Handpress Integlio. Mesin yang diterima oleh Pertjetakan Kebahiran pada tahun 1954 ini digunakan untuk mencetak uang dengan menggunakan tenaga manusia.

Selain mesin pencetak uang tersebut tentunya masih banyak koleksi mesin-mesin tua lain yang dipamerkan di sini. Tidak hanya memamerkan alat-alat nya, Museum ini juga memamerkan hasil cetakannya, yaitu uang dari masa ke masa. Yang menarik adalah uang ini ditampilkan dengan menggunakan artificial intelligence yang memungkinkan pengunjung melihat ekspresi yang berbeda pada gambar tokoh-tokoh yang ada di dalam uang yang dipajang tersebut.


Antusiasme Pembukaan Museum Gedung Juang Tambun

Mulai Sabtu, 20 Maret 2021, Museum Gedung Juang Tambun mulai di buka untuk publik. Masyarakat mulai berdatangan untuk mengunjungi Museum baru ini. Kebanyakan dari mereka datang untuk berswa foto di beberapa titik area sekitar gedung museum. Meski telah dibuka para pengunjung hanya bisa melakukannya dari luar gedung. Pasalnya, ruang koleksi Museum yang berada di Jalan Sultan Hasanudin, Desa Setiadarma, Tambun Selatan Kabupaten Bekasi, ini masih belum dapat dikunjungi. Meski begitu, rasa antusias masyarakat muncul pada Museum  berkonsep digital ini masih tetap tinggi.


Senin, 15 Maret 2021

Program Baru Museum Nasional untuk Menemani Akhir Pekan #dirumahsaja

 Menghadapi pandemi Covid yang belum juga usai, Museum Nasional hadir dengan membawa inovasi dongeng online lewat podcast. Tujuannya adalah untuk menemani anak dalam belajar daring sekaligus menggantikan program dongeng akhir pekan yang biasanya diselenggarakan secara offline.

Museum Nasional bekerjasama dengan Dapoerdongeng dan Teater Koma meluncurkan podcast akhir pekan untuk menemani belajar daring dan waktu kosong anak. Tidak hanya untuk anak, namun podcast ini juga cocok didengarkan orang dewasa.   

Program akhir pekan ini menghadirkan cerita-cerita dari berbagai daerah. Kisah-kisah yang diangkat sarat akan nilai-nilai kehidupan, kepribadian bangsa, dan kearifan lokal. Melalui podcast ini kita akan di ajak untuk menjelajahi kembali sejarah bangsa yang dibentuk dari silang budaya aneka bangsa.

Sudah tersedia satu cerita yang berasal dari suku Mandar di Sulawesi Barat. Tentang Kisah Samariona si anak nelayan berjiwa lembut berhati tegar.  Disajikan dengan gaya mendongeng yang ringan namun sangat menjiwai membuat podcast ini menarik untuk di dengar. Diproduksi oleh Dapoerdongeng dan di suarakan oleh aktor terbaik Teater Koma.   

Program yang telah menjadi program prioritas Direktorat Jenderal Kebudayaan- Kemdikbud ini telah menarik sekitarnya 1,7 Juta pengunjung Luring dan daring. Jadi tunggu apa lagi? yuk segera follow dan dengarkan di Spotify dan Google Podcast Museum Nasional, Akhirpekan@MuseumNasional.  


Menilik Event Seni di Museum Seni Rupa dan Keramik

 

Museum Seni Rupa dan Keramik terkenal banyak dikunjungi oleh wisatawan. Selain karena sejarah dan koleksi yang tinggal di dalamnya, museum ini juga terkenal dengan event-eventnya. Berikut event-event yang pernah diselenggarakan di Museum Seni Rupa dan Keramik :

Pameran Jati Diri : Periskop Sejarah Rupa Indonesia.

Pameran yang terselenggara tahun 2017 lalu ini memamerkan 21 lukisan dan 11 sketsa karya maestro seni rupa kebanggaan Indonesia. Sebut saja di antaranya adalah, Henk Ngantung, Affandi, Basoeki Abdullah, dan masih banyak lagi. Tema yang di eksplorasi pada pameran ini adalah tentang perjuangan melawan penjajahan Belanda, kehidupan di masa tersebut, dan potret diri. Tujuannya yang utama adalah tentu saja untuk mengenang masa-masa kelam Indonesia tersebut. Selain itu, karya-karya tersebut merupakan alat rekam jejak perjuangan Indonesia yang sudah sepatutnya diketahui oleh dan di apresiasi oleh banyak orang.   

Lomba Lukis Sketsa “Jakarta @Now”

Museum Seni Rupa dan Keramik bersama dengan Komunitas Seni Bulungan dan Sanggar Lukis Garajas, membuat lomba ini untuk menggali potensi-potensi dari para seniman muda Indonesia. Ada sekitarnya 100 peserta setingkat SMA yang mengikuti lomba ini namun hanya lima orang lah yang keluar sebagai pemenang. Para peserta ini di arahkan dan diberikan waktu dua jam untuk membuat sketsa bangunan di sekitar Kota Tua dan aktifitas di dalamnya. Sebelumnya para peserta diberikan workshop kilat mengenai sketsa.  

Pameran Jakarta Milenial

Pameran Jakarta Milenial adalah pameran yang diselenggarakan pada 22 Juni 2019 untuk memperingati HUT Kota Jakarta ke- 492. Pameran ini memajang 40 karya seni dari 10 perupa. Karya Seni tersebut di pilih sebagai representasi dari ekspresi milenial di metropolitan. Pameran ini menghadirkan kurator dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Guru Besar Fakultas Seni Rupa dan Desain, Prof. Dr.Narsen Afatara MS.

Pameran Revolusi : Fisik-Diplomatik-Estetik

Event yang memamerkan 13 lukisan dan 14 sketsa dari berbagai penjuru Indoneisia ini diselenggarakan 8 Agustus 2019 lalu. Yang berbeda dari pameran ini adalah keikutsertaan Siji dalam pendigitalisasian karya seni tersebut. Menghidupkan gambar 2D menjadi hidup, dan bergerak, serta bersuara. Caranya hanya dengan menginstall aplikasi Siji di smartphone kemudian mengarahkan kamera ponsel pada lukisan yang tertera keterangan “Sijiable

Pameran Seni Kinetik/Robotik “Daur”

Pameran seni kinetik/robotik “Daur” ini tentu saja mengusung tema daur ulang. Dalam pameran yang terselenggara tanggal 5 Desember 2019 ini, sama sekali tidak menampilkan karya seni lukis. Keseluruh karya yang dipamerkan dari delapan seniman ini, menggunakan material-material barang bekas, seperti gir, rantai, dan lain-lainnya, yang di jadikan sebuah karya bermakna. Dari pameran ini diharapkan masyarakat luas dapat mengerti bahwa seni bukan hanya sesuatu yang bersifat selalu tunduk pada konvensi-konvensi kaku, dan juga pihak penyelenggara ingin menunjukan bahwa sebenarnya seni sangat dekat dengan kehidupan manusia.   

Museum Live Tour

Jika event-event sebelumnya diselenggarakan sebelum pandemi melanda, event yang satu ini diadakan sebagai solusi bagi pengunjung yang ingin mengunjungi museum namun terhalang oleh pandemi. Pada event ini kita akan di ajak untuk mengelilingi museum secara virtual dengan ditemani oleh pemandu. Selain itu, ada juga sesi give away bagi para penanya terbaik. Jadi tidak perlu khawatir, cukup ambil posisi nyaman di rumah dan hanya perlu menonton dari layar smartphone.

Telusur Museum Seni Rupa dan Keramik

 

Museum Seni Rupa dan Keramik terkenal dengan bangunannya yang bergaya Eropa klasik. Ketika memasuki wilayah museum ini, hal pertama yang akan menyambut adalah taman luas yang sengaja dibuka untuk umum, sehingga orang-orang dapat bermain atau sekedar duduk-duduk di sana. Lalu ampiteater yang berdiri menghadap ke arah museum untuk di pergunakan ketika ada acara. Kemudian pilar-pilar menjulang yang berjejer di serambi depan gedung yang akan ganti menyambut mata.

Bangunan dengan luas ± 2430m² yang berdiri di atas tanah seluas + 8875 m² ini memang terlihat megah dan antik dengan balutan cat putih. Karya dari Hoofd Ingenier atau Insinyur Kepala Jhe W.H.F.H Van Raders ini memiliki atap berbentuk segitiga yang melambangkan mahkota raja. Sedangkan 14 pilar yang berdiri kokoh di serambi gedung ini bermaksud melambangkan kekuatan dan kekokohan sebuah kerajaan.

Tak hanya dari bangunannya, pintu-pintu di museum ini di buat antik dengan menggunakan pintu kayu yang dicat hijau. Pintu-pintu dengan ukuran besar dimaksudkan untuk akses umum dan yang berukuran lebih kecil menandakan akses privat untuk pegawai dan yang berkepentingan. Pun dengan jendelanya yang terbuat dari kayu dengan ukuran yang besar dan berwarna hijau, sama dengan pintu yang ada di museum.  

Ketika memasuki museum tentu saja karya-karya seni akan berderet rapi di setiap sudut. Penataan yang rapi dan pencahayaan yang bagus membuat pengunjung dapat melihat karya seni lebih jelas. Koleksi lukisan dipajang pada tiang dan tembok museum, untuk lukisan yang telah berumur tua di beri pelindung kaca. Begitu pula dengan keramik dan pahatan-pahatan seperti patung, semuanya di tata dan dengan rapi dan diberi kaca pelindung.

Tidak hanya taman di bagian luar, museum ini juga memiliki taman di bagian dalam dengan kursi-kursi berjejer agar pengunjung dapat beristirahat sejenak setelah lelah mengelilingi museum yang luas. Suasananya rindang dan sejuk dengan pohon-pohon yang rimbun. Selain itu museum ini juga dilengkapi dengan aula, perpustakaan, studio gerabah, toko cinderamata, dan masih banyak lagi. Tentu museum ini pun tidak kalah keren untuk dijadikan spot foto. Pakai baju dengan tema senada, siapkan kamera, dan ckrek!.

Jejak Waktu di Museum Seni Rupa dan Keramik

 

Berdiri dengan nama awal  “Raad van Justitie Binnen Het Casteel Batavia” atau kantor pengadilan Belanda, Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta telah banyak mengalami perubahan fungsi dari masa ke masa. Bangunan yang berlokasi di Jalan Pos Kota No 2, Kotamadya Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta, Indonesia ini telah menjadi saksi bisu sejak zaman pendudukan Belanda di Indonesia hingga saat ini. Kini bangunan itu masih tegak berdiri dan menjadi rumah bagi banyak hasil karya seni para seniman Indonesia dari berbagai era.

Berawal dari perintah Raja Willem III di tahun 1866, Gubernur Batavia pada masa itu, Pieter Mijer memutuskan untuk membangun gedung "Raad Van Justite" Dengan menggandeng seorang arsitek, Jhr. Willem Herman Frederik Hendrik van Raders. Hingga akhirnya gedung itu rampung di bangun empat tahun kemudian dengan biaya 269.000 Gulden (mata uang saat itu). Gedung yang memiliki 8 pilar penyangga di bagian depan ini kemudian di resmikan dan beroperasi sebagai Kantor Dewan Kehakiman wilayah Batavia

Ketika akhirnya pendudukan jatuh ke tangan Jepang dan Belanda tersingkir, Gedung Raad Van Justite berganti nama menjadi "Koto Hoin". Saat gerakan perjuangan kemerdekaan tengah membara, gedung ini beralih fungsi sebagai asrama tentara milik pemerintah Jepang. Pemerintahan terus berganti. Tahun 1976 tampuk kepemimpinan berada di tangan Presiden Soeharto. Gedung itu akhirnya diresmikan sebagai Balai Seni Rupa Jakarta.

Saat Ali Sadikin menjadi Gubernur Jakarta, fungsi Gedung ini bertambah dengan adanya tempat penyimpanan Keramik di bagian sayap. Koleksi keramik tersebut merupakan hibah dari wakil presiden, Adam Malik dan Himpunan Keramik Indonesia (HKI). Akhirnya nama Balai Seni Rupa kembali berganti menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik dengan jumlah koleksi yang terus bertambah. Pengelolaan Museum ini pun diserahkan kepada Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta

Senin, 01 Maret 2021

Daftar Panjang Punahnya Koleksi Bersejarah

 Kasus pencurian koleksi benda bersejarah yang disimpan oleh museum terjadi lagi. Kali ini disebabkan oleh kurangnya dana operasional untuk menyewa alat keamanan. Hasilnya, 900 koleksi raib digondol pencuri.

Indonesia memiliki kekayaan yang tak ternilai jumlahnya. Alam, adat, budaya, teknologi, ilmu pengetahuan, dan masih banyak lagi yang dapat dibanggakan dari Negeri kita tercinta ini. Tidak berlebihan rasanya jika menyebut Negeri Indonesia ini masih memiliki banyak surga tersembunyi yang tak tersentuh dan menyimpan cerita tersendiri.

Beberapa kekayaan dari masa lalu yang tersisa, dijaga dan dimuseumkan. Dipamerkan di ruangan khusus untuk kemudian diamati, dipelajari, dan dikagumi. Itulah peran museum sebagai rumah dari banyak benda bersejarah.

Koleksi-koleksi tersebut tentunya bernilai sejarah dan tak ada duanya. Bisa saja manusia membuat duplikatnya, tapi apakah sama? Tentu saja tidak. Cerita dibalik benda itulah yang justru membuatnya berharga. Bentuknya mungkin sama tapi sejarahnya yang hilang sama sekali.

Sudah tahu bahwa benda-benda tersebut berharga, banyak orang akhirnya tergiur untuk memanfaatkannya sebagai ladang uang. Diam-diam memantau keadaan, kemudian tanpa sepengetahuan siapa pun bergerak mereka bergerak cepat mencuri benda koleksi tersebut. Tak jarang tindakan ini berujung dengan adanya korban luka-luka atau yang lebih parahnya lagi mungkin hingga menimbulkan korban jiwa.

Kasus pencurian paling anyar yang terjadi baru-baru ini adalah kasus menghebohkan yang terjadi di Museum Negeri Provinsi Sulawesi Tenggara. Sekitar 900 koleksi termasuk pedang dan keris peninggalan Jepang raib di jarah oleh pencuri. 

Ketika ditanya, bagaimana system keamanan di Museum, pihak pengelola museum menyatakan bahwa Museum itu tidak dilengkapi sistem kemanan yang memadai. Ruangan yang dijadikan sebagai gudang penyimpanan koleksi tersebut bahkan hanya dikunci menggunakan gembok. Tidak ada penjagaan berarti, pihak museum juga mengatakan bahwa CCTV sudah lama rusak.

Pihak Museum juga menegaskan bahwa kurangnya sistem keamanan ini dikarenakan minimnya anggaran dari pemerintah daerah yang tersedia, sedangkan bangunan yang harus diurus tidaklah kecil. Pihak museum juga sudah mencoba menutupinya dengan mengadakan ronda dan bersih-bersih bagi para pegawai meskipun itu bukanlah tugas mereka.

Lalu bagaimana dengan Museum setaraf Museum Nasional Indonesia?. Tercatat bahwa sudah beberapa kali Museum Nasional juga sempat kecolongan. Kasus yang terkenal salah satunya adalah kasus kelompok pencuri Kusni Kadut dan pencurian pada September 2013 yang membuat empat koleksi yang terbuat dari emas raib dijarah.

Selain pencurian yang langsung ditargetkan pada Museum, ada juga kasus penjarahan pada situs-situs bersejarah yang dilakukan oleh masyarakat awam. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kurangnya pengetahuan dan perhatian pada warisan budaya ini. Jika terus begini bisa jadi warisan negara dari masa lalu akan benar-benar punah dan tidak meninggalkan sisa. Jika begitu, anak-cucu kita di masa depan mungkin tidak lagi dapat melihatnya secara langsung. Maka dari itu, pengawasan dan sosialisasi terhadap masyarakat luas terkait situs atau koleksi bersejarah agaknya harus lebih di tegaskan lagi.

 


Geliat Museum di Era Globalisasi

 

Museum adalah tempat yang identik sebagai tempat edukasi dan rekreasi. Sebuah lembaga nonprofit yang disediakan pemerintah untuk masyarakat umum agar dapat mempelajari kekayaan dan sejarah Indonesia dengan lebih leluasa. Semua orang tahu, museum konvensional umumnya berisi benda-benda peninggalan bernilai sejarah yang dipamerkan dan biasanya memiliki keterangan yang menjelaskan tentang sejarah tersebut.

Namun masih cocok-kah museum konvensional di zaman serba teknologi seperti sekarang ini?. Di zaman globalisasi ini, manusia sudah sangat dekat dengan teknologi. Dari yang masih kecil hingga yang dewasa. Terutama kaum remaja atau yang kerap disebut-sebut sebagai generasi milenial. Mereka biasanya selalu mengikuti perkembangan dunia luar melalui gadget mereka. Tak ayal kenapa remaja-remaja adalah sasaran paling tepat untuk dijadikan target pasar potensial.

Pengaruh globalisasi ini tentu berpengaruh banyak pada karakteristik para remaja ini yang tumbuh bersama teknologi sejak dini.  Entah itu pengaruh yang baik ataupun pengaruh yang buruk. Salah satu pengaruh buruknya adalah para remaja sekarang yang lebih berketergantungan kepada internet dan smart phone mereka.

Hal tersebut dikarenakan gadget memiliki banyak inovasi yang dapat memudahkan pemakainya, tentu saja hal ini tidak seluruhnya berdampak buruk. Contohnya saja, sekarang buku dapat diterbitkan dalam bentuk digital (E-Book) ini tentu saja memudahkan, pengguna tidak perlu bersusah payah mengelilingi toko buku selama berjam-jam untuk mencari buku yang diinginkan. Hanya perlu mengetikkannya dan Simsalabim! semua ada di genggaman tangan. Pengguna juga jadi tidak perlu membawa-bawa buku yang berat lagi, cukup membeli E-Book dan yang perlu Anda bawa hanyalah gadget yang tipis dan ringan.

Kelihatannya ini memberikan dampak positif bukan? Tapi coba lihat dari sisi lainnya. Hal ini membuat penjualan buku cetak menurun, lalu jika semua sudah memakai E-Book yang praktis lama-lama keberadaan buku cetak akan semakin langka dan mungkin akan terancam punah dikemudian hari. Selain itu jika dilihat dari kacamata kesehatan, menatap gadget terlalu lama juga tidak bagus untuk kesehatan meskipun itu digunakan untuk membaca.

Nah inilah gambaran yang kira-kira sedang di hadapi oleh Museum konvensional di zaman serba teknologi ini. Kebanyakan remaja-remaja jaman sekarang lebih tertarik bermain di tempat-tempat hiburan ketimbang pergi ke Museum dan belajar tentang sejarah, ini adalah salah satu akibat dari pergaulan dunia maya yang seringnya lebih mengutamakan konten menarik. Paling-paling mereka hanya akan pergi ke Museum satu-dua kali setahun jika ada tugas sekolah dan bukan karena tertarik.

Anak-anak seperti itu cenderung berpikir bahwa Museum dan sejarah adalah dua hal yang membosankan. Karena alasan inilah banyak dari kaum milenial yang bahkan tidak tahu sejarah bangsanya sendiri. Hal yang miris mengingat para pejuang terdahulu yang mati-matian memperjuangkan kemerdekaan agar anak-cucu mereka kelak dapat hidup nyaman dan tenang. Hal ini bukan berarti mereka tidak pintar, mereka hanya tidak tertarik dan cepat bosan dengan hal yang monoton. Inilah sebenarnya tugas utama dari sektor pariwisata, yaitu menarik minat pengunjung. 

Meski banyak dampak buruk yang di dapat dari masuknya teknologi, tentunya kita tidak bisa memblokirnya begitu saja. Karena peran teknologi pun lumayan besar dalam memajukan bangsa agar menjadi negara yang maju. Daripada itu lebih baik menggunakannya sebagai senjata bukan?.

Bukan senjata dalam artian yang buruk, melainkan senjata untuk menarik minat kaum milenial agar tertarik mengunjungi museum dan belajar sejarah. Dilansir dalam Merdeka.com, Kepala Unit Pengelola Museum Fatahilah Jakarta, Sri Kusumawati, SS, M. Si, mengadakan survey dan kajian tentang pengunjung atau visitor studies, yang dilakukan dengan sampling gender, usia, dan juga para penyandang disabilitas. Dari survey tersebut ditemukanlah bahwa generasi milenial menginginkan sesuatu yang baru dan berbeda. Dari sinilah kita dapat memanfaatkan teknologi.

Bisa dengan memulai mengganti tulisan keterangan sejarah dengan tablet yang dapat memperlihatkan video atau gambar yang dilengkapi suara. Itu jauh akan lebih menarik ketimbang hanya membaca tulisan yang tertera di setiap koleksi. Pengunjung langsung mendapatkan gambaran yang jelas bagaimana koleksi tersebut digunakan, atau bagaimana sejarahnya di masa lalu, dan lain lain. Lalu teknologi juga dapat digunakan untuk menggantikan koleksi yang sudah rapuh. Koleksi-koleksi yang berada di Museum tentunya merupakan barang peninggalan yang berumur setidaknya puluhan tahun hingga ribuan tahun. Teknologi dapat menggantikanya sehingga tidak perlu khawatir lagi koleksi tersebut suatu saat akan rusak.

Teknologi juga dapat menggantikan sistem loket tiket dengan penjualan online, serta sistem promosi. Generasi Milenial yang dekat dengan teknologi sudah pasti memiliki setidaknya satu media sosial, ini dapat dijadikan sebagai media promosi yang menguntungkan.

Tidak hanya pada teknologi, perombakan operasional Museum dan juga tata hias pun dapat dilakukan agar lebih memberikan kesan eye catching dan 'berkonten'. Misalnya saja penambahan event-event interaktif dengan pengunjung, pengadaan cafe tempat istirahat, dan masih banyak lagi inovasi-inovasi lain yang dapat ditambahkan. Apalagi di era pandemi seperti sekarang ini, Museum harus berpikir keras untuk berinovasi agar tidak kehilangan pengunjung.

Simak Tokoh

 Harry 'Truman' Simanjuntak

Harry Truman Simanjuntak. Laki-laki berkacamata yang kerap disapa Pak Truman ini telah mengabdikan hidupnya selama puluhan tahun untuk terus mengorek misteri-misteri masa lalu Indonesia. Karirnya telah masyhur di dunia penelitian Indonesia sebagai ilmuwan di bidang arkeologi dan prasejarah.

Lahir di Pematang Siantar 27 Agustus 1951. Anak ke-7 dari 11 bersaudara ini awalnya berkuliah di Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan atas suruhan orang tuanya. Namun, baru memasuki tahun pertamanya ia merasa passionnya adalah sejarah dan arkeologi. Akhirnya ia memutuskan untuk pindah ke Yogyakarta.

Di yogyakarta ia memutuskan untuk mengikuti kuliah rangkap. Selain menjadi mahasiswa jurusan Arkeologi di Fakultas Sastra, UGM, ia juga menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atmajaya. Setelah menyelesaikan studi hukumnya dan menjadi sarjana muda Hukum, Truman mulai fokus pada bidang Arkeologi yang diminatinya.

Beberapa kali sempat mendapat pekerjaan di bidang arkeologi, Truman akhirnya mendapat kesempatan untuk meneruskan studi arkeologi nya di Institut de Paleontologie Humaine, Paris, Perancis. Bersama dengan Toni Djubiantoro dan Harry Widianto, ia melanjutkan pendidikannya hingga mendapat gelar master. Meski berada di bidang yang sama, mereka bertiga memilih spesialis yang berbeda, Truman memilih spesialis Artefak Paleolitik, Tony memilih Geologi Kuarter, sedangkan Harry memilih spesialis Paleoantropologi.

Setelah selesai dengan studinya ia mulai banyak berkontribusi pada banyak penelitian. Penelitian-penelitian tersebut banyak digunakan sebagai rujukan dan dikaji oleh peneliti tidak hanya di Indonesia, namun juga Internasional. Petualangan-petualangannya mengungkap misteri jejak nenek moyang Indonesia antara lain, penelitian Hominid/Palaeolitik di Jawa, Sumatera, Kalimatan, Sumba, dan Maluku; penelitian kehidupan kala Plestosen akhir hingga Holosen awal; penelitian budaya neolitik; dan penelitian budaya Megalitik/Paleometalik di sejumlah situs di tanah air.

Berkat dari riset-riset dan penelitiannya, terbukti bahwa Indonesia merupakan wilayah penting yang dapat menjadi sumber penguakan misteri evolusi manusia dan budaya, karena tidak banyak tempat yang dapat menghidupi manusia di jaman tua. Terbukti dengan sedikitnya temuan Homo Erectus di dunia. Berkat itu pula Harry Truman Simanjuntak dinobatkan sebagai professor riset dengan orasi pengukuhan “Pluralisme dan Multikurturalisme dalam Prasejarah Indonesia” pada 2006 silam yang kemudian pada 20 Agustus 2015, dihadiahi penghargaan Ilmu Pengetahuan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kini lebih dari 150 karya tulisnya telah diterbitkan dalam bentuk artikel, makalah, prosiding, monografi, dan lain-lain.


Simak Tokoh

 Harry Widianto

Lahir di Magelang 7 Juli 1958, laki-laki yang merupakan alumni UGM ini, mengabdikan hidupnya pada penelitian dan dunia prasejarah Indonesia. Sebegitu cintanya ia hingga pada tahun 1989, ia menempuh program paleoantropologi di Institut de Paleontologie Humaine, Museum National d’Histoire Naturelle, Paris dengan bantuan beasiswa. Rasa ketertarikan dan kecintaannya itulah yang akhirnya membawa ia menjabat sebagai Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangira dan Peneliti Utama Golongan IV-e, serta Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, menggantikan Drs. Surya Helmi yang telah memasuki masa pensiunnya.

Laki-laki yang telah dikaruniai dua orang putri ini, mengawali perjalanannya di dunia prasejarah saat menduduki bangku kuliah. Ia menjadi salah satu mahasiswa Universitas Gajah Mada Jurusan Arkeologi dan lulus pada tahun 1983. Setelah lulus, ia berhasil mendapatkan beasiswa untuk berkuliah di Paris. Kemudian dengan judul tesisnya, "Polymorphisme des Dents dés Hominidés de Java” ia mendapat gelar S2. Tiga tahun setelahnya, ia berhasil meraih gelar doktor dan lulus S3 dengan judul desertasi "Unité et Diversité des Hominidés Fossiles de Java. Présentation de Restes Humains Fossiles Inédits”.

Sudah banyak kontribusi yang laki-laki ini berikan pada dunia penelitian. Kajian-kajian dan karya ilmiahnya banyak dikaji dan diulas tidak hanya sebatas di Indonesia, namun hinnga kancah In ternasional. Salah satu kajiannya adalah Trilogi Sangiran yang memuat 3 jilid berjudul "Situs-Situs Hominid”, ”Sangiran Menjawab Dunia”, dan “Jejak Langkah Setelah Sangiran”. Sedangkan pencapaiannya yang sangat membanggakan didapat ketika ia berhasil merekonatruksi tulang manusia purba utuh.

Selain sebagai peneliti dan pakar manusia purba, siapa sangka laki-laki yang terkenal tegas dan serius saat bekerja dan jenaka saat santai ini juga merupakan penyelam. Ia merupakan salah satu penyelam dunia arkeologi bawah air yang dimiliki Indonesia (Indonesian Underwater Archaeology). Harry, sapaan akrab laki-laki ini, bahkan merupakan generasi awk ayang dikirim ke Thailand untuk ikut serta dalam Training Course in Underwater Archaeology di Thailand  (1984) dan Advanced in Underwater Archaeology (1986) bersama rekannya Santoso Pribadi. Dia sudah berpengalaman menyelam ke berbagai daerah untuk melakukan kegiatan survei arkeologi bawah air. Seperti misalnya saja di daerah perairan Jepang dan Rembang serta daerah perairan Tuban, tidak ketinggalan pula Gua Cosquer Marseille di Perancis turut ia jelajahi pada 1989.


Mengintip Wayang Tertua di Museum Wayang

  Menurut sejarah wayang diperkirakan sudah ada sejak 1500 tahun yang lalu. Sebuah kebudayaan tua yang terus menerus di wariskan kepada gene...