Berdiri dengan nama
awal “Raad van Justitie Binnen Het
Casteel Batavia” atau kantor pengadilan Belanda, Museum Seni Rupa dan Keramik
Jakarta telah banyak mengalami perubahan fungsi dari masa ke masa. Bangunan
yang berlokasi di Jalan Pos Kota No 2, Kotamadya Jakarta Barat, Provinsi DKI
Jakarta, Indonesia ini telah menjadi saksi bisu sejak zaman pendudukan Belanda
di Indonesia hingga saat ini. Kini bangunan itu masih tegak berdiri dan menjadi
rumah bagi banyak hasil karya seni para seniman Indonesia dari berbagai era.
Berawal dari perintah
Raja Willem III di tahun 1866, Gubernur Batavia pada masa itu, Pieter Mijer
memutuskan untuk membangun gedung "Raad Van Justite" Dengan
menggandeng seorang arsitek, Jhr. Willem Herman Frederik Hendrik van Raders.
Hingga akhirnya gedung itu rampung di bangun empat tahun kemudian dengan biaya
269.000 Gulden (mata uang saat itu). Gedung yang memiliki 8 pilar penyangga di
bagian depan ini kemudian di resmikan dan beroperasi sebagai Kantor Dewan
Kehakiman wilayah Batavia
Ketika akhirnya
pendudukan jatuh ke tangan Jepang dan Belanda tersingkir, Gedung Raad Van
Justite berganti nama menjadi "Koto Hoin". Saat gerakan perjuangan
kemerdekaan tengah membara, gedung ini beralih fungsi sebagai asrama tentara
milik pemerintah Jepang. Pemerintahan terus berganti. Tahun 1976 tampuk
kepemimpinan berada di tangan Presiden Soeharto. Gedung itu akhirnya diresmikan
sebagai Balai Seni Rupa Jakarta.
Saat Ali Sadikin menjadi Gubernur Jakarta,
fungsi Gedung ini bertambah dengan adanya tempat penyimpanan Keramik di bagian
sayap. Koleksi keramik tersebut merupakan hibah dari wakil presiden, Adam Malik
dan Himpunan Keramik Indonesia (HKI). Akhirnya nama Balai Seni Rupa kembali
berganti menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik dengan jumlah koleksi yang terus
bertambah. Pengelolaan Museum ini pun diserahkan kepada Dinas Museum dan
Sejarah DKI Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar